JEJAK Aceh dengan mudah dapat dikenali di Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat. Pelaminan adat Melayu-Sambas yang diperlihatkan pada acara-acara kebudayaan ternyata dibuat di Kabupaten Pidie, Aceh. Pelaminan itu dibeli seharga Rp 200 juta.
Bupati Sambas, Ir H Burhanuddin A Rasyid menyampaikan hal itu pada acara “saprahan” atau makan bersama dalam rangka “Perkemahan Budaya Serumpun,” Rabu 17 Desember 2010 yang diikuti kontingen pramuka tiga negara, Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam.
Perkemahan dibuka Gubernur Kalimantan Barat, Cornelis SH MH. Ketua Kwarda Pramuka Aceh yang juga Wakil Gubernur (Wagub) Aceh Muhammad Nazar tampak terkejut dengan pemberitahuan Bupati Burhanuddin itu.
“Sejak pertama melihat pelaminan tersebut, saya punya firasat itu berasal dari Aceh. Tapi saya belum sempat mengonfirmasikannya, sampai kemudian Bupati Sambas memberitahukannya sendiri,” komentar Muhammad Nazar yang hadir dalam acara tersebut untuk menerima penghargaan Pramuka tertinggi dari Kerajaan Malaysia.
Seraya menerangkan berbagai bagian dari ornamen-ornamen pelaminan, Bupati Burhanuddin mengatakan, Pemerintah Sambas terpaksa membuat perangkat pelaminan adat Sambas di Pidie, karena di Sambas sudah tidak ditemukan lagi perajin pembuat pelaminan adat. “Sudah tidak ada orang lagi di Sambas yang bisa bikin pelaminan adat seperti ini, karena itu terpaksa kami pesan ke Aceh,” jelas Bupati Burhanuddin.
Kepada Serambi, Bupati Burhanuddin mengatakan pihaknya memesan pelaminan dari Aceh pada enam tahun silam. “Harganya Rp 200 juta. Butuh waktu enam bulan untuk menyelesaikannya.” kata bupati.
Seperti halnya ornamen-ornamen pada pelaminan Aceh, pelaminan Sambas juga memiliki gradasi warna cerah dan kontras. Didominasi warna kuning sebagai warna kerajaan. “Kami hanya memberikan disain ornamen pelaminan, selanjutnya para perajin di Pidie yang meneyelesaikannya,” kata Burhanuddin.
Ornamen yang dipesan Bupati Sambas ukurannya sangat besar. Tapi yang ditampailkan pada acara makan bersama itu hanya sebagian saja, karena ruang pamer terbatas. Sepasang pengantin dalam pakaian adat Sambas duduk di pelaminan tersebut. Keduanya adalah putra dan putri pariwisata Sambas.
Kabupaten Sambas yang bisa dicapai dalam waktu empat jam dengan mobil dari Pontianak, Ibukota Kalimantan Barat, mayoritas penduduknya beragama Islam. “Sambas ini juga disebut Serambi Mekkah,” kata Bupati Burhanuddin.
Selain dari pelaminan, jejak Aceh di Sambas juga tercermin dari bentuk atap tempat makan bersama yang bentuknya ruangan terbuka yang memanjang. “Ada berbentuk atap melayu Sambas ada juga berbentuk Melayu Aceh,” kata salah seroang petua adat Sambas yang siang itu mengenakan pakaian adat warna kuning.
Bupati Burhanuddin juga memperkenalkan seorang pejabat daerah Sambas bernama Syafir A Bakar yang berasal dari Aceh. “Beliau menjabat Kadis Perhubungan,” kata Bupati memperkenalkan Syafir yang mengaku sudah lebih dari 10 tahun dinas di Sambas. Ia berasal dari Ulim, Pidi Jaya dan lahir di Bireuen.
“Sesekali saya sempat pulang ke Aceh. Terakhir ketika orangtua saya meninggal dunia,” katanya. Ia telah mempersunting perempuan Sambas sebagai pendamping hidupnya. “Peu hana rencana neuwoe,” kata Wagub Nazar. “Terserah awak dron,” jawabnya sambil berkelakar. Ia lalu menintipkan kain tenun Sambas sebagai cinderamata.(fikar w eda) Facebook</a></li>
0 komentar:
Posting Komentar