***Welcome My Blog***

Minggu, 19 Desember 2010

Proyek Drainase Mengusik Kota

PENGANTAR - Sejak sekitar empat bulan lalu, Kota Banda Aceh dan beberapa bagian Kabupaten Aceh Besar disibukkan dengan aktivitas gali menggali mengikuti rentang pinggiran jalan utama hingga menusuk ke pusat-pusat permukiman. Wartawan Serambi, Herianto, Misran Asri, dan Saniah dengan dikoordinir Redaktur Kota, Safriadi H Syahbuddin merekam berbagai persoalan yang muncul dalam proses megaproyek tersebut. Nasir Nurdin merangkumnya untuk laporan khusus edisi ini.

NADA suara Sulaiman Abda, Ketua II DPRA beberapa kali terdengar agak tinggi saat menanggapi persoalan yang muncul dalam proses pembangunan proyek drainase Kota Banda Aceh dan Aceh Besar. “Dana proyek itu bersumber dari pinjaman lunak Prancis sebesar 36,8 juta Euro atau senilai Rp 446 miliar dan berstatus tender internasional. Tapi kenapa cara kerjanya sangat tidak mencerminkan pola kerja konstruksi internasional,” tandas Sulaiman Abda, Minggu (19/12).

Megaproyek itu dilaksanakan oleh empat BUMN Kementerian PU, yaitu PT Adhi Karya, PT Waskita Karya, PT Pembangunan Perumahan, dan PT Brantas Abipraya. Keempat perusahaan itu memborong pekerjaan rehabilitasi parit dan pembangunan drainase di delapan kecamatan dalam Kota Banda Aceh ditambah beberapa kawasan Kabupaten Aceh Besar.

Sulaiman menjelaskan, dalam kontrak kerja konstruksi berstandar nasional dan internbasional, ada tiga hal penting yang harus menjadi perhatian kontraktor, yaitu lingkungan (environmental), kesehatan (health), dan keamanan (safety).

Artinya, kontraktor tidak boleh memberikan kesulitan dan menyusahkan masyarakat yang melakukan aktivitas, tidak boleh terganggu kenyamanan, tidak boleh mengancam keamanan, dan tidak boleh membahahayakan kesehatan. “Ketiga syarat utama itu tampaknya tidak menjadi perhatian kontraktor yang mengerjakan drainase kota. Malah menyusahkan masyarakat dan mengundang bahaya,” kata Sulaiman.

Sulaiman mencontohkan kondisi lapangan yang tak karu-karuan, seperti pembiaran tanah galian dan material di pinggir jalan, galian tidak diberi tanda-tanda bahaya sehingga mengancam keselamatan pejalan kaki maupun pengguna kendaraan, dan tidak dibangunnya jembatan yang memenuhi syarat untuk masyarakat yang berumah atau bertempat usaha di seberang galian. “Sangat menyusahkan. Belum lagi soal lumpur ketika musim hujan dan polusi debu ketika panas. Harusnya kondisi ini tidak boleh terjadi,” kata Sulaiman.

Sebagai wakil rakyat, Sulaiman menyambut baik kehadiran proyek tersebut, apalagi kalau dibangun sesuai dengan perencanaan akan membebaskan Kota Banda Aceh dan sebagian Aceh Besar dari banjir genangan yang rutin melanda setiap hujan deras atau pada siklus lima tahunan dan 10 tahunan. Tujuan lainnya adalah membebaskan Kota Banda Aceh dan Aceh Besar dari serangan penyakit malaria, demam berdarah, tipus, diare, dan lainnya yang disebabkan tak berfungsinya drainase/parit kota. “Harapan kita, proyek yang bertujuan untuk kemaslahatan ini jangan sampai memunculkan persoalan ketika masih dalam proses pelaksanaan,” demikian Sulaiman Abda. (*)

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Free Web Hosting