BANDA ACEH - Meski draf Rancangan Qanun Lembaga Wali Nanggroe (Raqan LWN) masih memunculkan pro-kontra namun tak menyurutkan pembicaraan soal sosok maupun kriteria sang wali. Bahkan, Gubernur Irwandi Yusuf mengingatkan agar pemimpin lembaga tertinggi adat ini harus orang yang sangat mengenal Aceh secara lengkap.
Pernyataan itu disampaikan Gubernur Irwandi Yusuf ketika berpidato pada acara peletakan batu pertama pembangunan Meuligoe Wali Nanggroe di kawasan Lampeunuruet, Kecamatan Darul Imarah, Aceh Besar, Kamis (16/12). Menurutnya, WN bukan hanya sekadar orang tua yang duduk manis sambil melihat-lihat apa yang terjadi di Aceh, tapi harus bergulat dengan berbagai masalah adat dan budaya.
“Kami katakan tidak mudah sebab adat Aceh tak hanya milik satu komunitas saja, tapi banyak komunitas di wilayah kita dengan adat dan budaya beragam. Makanya Wali Nanggroe haruslah orang yang bisa mengenal Aceh secara lengkap, tidak sepenggal-sepenggal,” tegas Irwandi.
Irwandi juga mengingatkan, dengan tugas yang banyak, WN harus fokus untuk kerja berkaitan dengan adat dan budaya, seperti tercantum dalam UU Pemerintah Aceh (UUPA) dan naskah MoU Helsinki. Sedangkan urusan politik dan pemerintahan tetap diserahkan kepada eksekutif dibantu legislatif.
“Dengan demikian terlihat jelas ada pemisahan dan pembagian kekuasaan. Sehingga ketika ada yang salah, kita dengan mudah tahu di mana letak kesalahan dan cara memperbaikinya,” kata Gubernur Aceh.
Gubernur berharap Raqan LWN yang sedang dibahas di DPRA berjalan mulus dan cepat selesai. Selanjutnya, setelah qanun itu disahkan, secara bersama mencari figur yang cocok guna menduduki posisi WN. “Kami mengimbau seluruh masyarakat Aceh mendukung misi penguatan adat dan budaya yang akan dijalankan Wali Nanggroe, sehingga kebersamaan kita semakin meningkat. Dengan persatuan dan kebersamaan yang tinggi, program pembangunan pasti berjalan lancar dan adat kita terpelihara dengan baik hingga akhir zaman,” harap Irwandi.
Dikatakannya, dalam menjalankan peran sebagai simbol adat, sewajarnya WN mendapat fasilitas memadai, salah satunya Meuligoe Wali Nanggroe yang akan dimulai pembangunannya dan ditargetkan siap dalam dua tahun. “Insya Allah di sinilah nantinya Wali Nanggroe akan berkantor dan membimbing pelaksanaan kehidupan adat Aceh. Dengan hadirnya lembaga ini, kami berharap rakyat Aceh semakin bersatu padu membangun daerah ini,” tambah Irwandi.
Momen bersejarah
Juru runding GAM yang menetap di Singapura, Malik Mahmud juga diberi kesempatan menyampaikan sambutan pada acara tersebut. Malik menyambut baik pembangunan Meuligoe Wali Nanggroe dengan menyatakan bangunan itu sebagai sebuah momen bersejarah.
Menurut Malik, sebagai sebuah bangunan fisik akan bercerita banyak hal, mulai konflik, penderitaan, dan diakhiri perdamaian setelah melewati gelombang sejarah yang panjang dan melelahkan. Meuligoe juga sebuah barang mati yang sesungguhnya hidup, karena menjadi monumen perdamaian abadi Pemerintah Indonesia dengan GAM, sebagai perwujudan dari realisasi MoU Helsinki. “Bangunan meuligoe ini juga memberi makna penting tentang pengakuan keunikan Aceh dalam keluarga besar bangsa Indonesia. Oleh para founding father-nya telah meletakkan dalam persatuan bhinneka tunggal ika,” kata Malik dalam sambutan tertulisnya.
Malik menambahkan, institusi WN sangat sentral di masa lampau, namun perang kolonial yang panjang telah membuat lembaga ini tertimbun dalam tumpukan sejarah, meski dicatat dan tersimpan di berbagai perpustakaan luar negeri.
12,9 hektare
Kepala Biro Administrasi Pembangunan Setda Aceh, Khairiwas menjelaskan, meuligo akan berdiri di atas lahan milik Pemerintah Aceh seluas 12,9 hektare. Awalnya di lahan itu rencananya akan dibangun Islamic Center, bahkan sebelah barat gedung itu sudah berdiri bangunan beton untuk Islamic Center.
“Tapi berdasarkan rapat bersama bahwa di Banda Aceh sudah ada IAIN Ar-Raniry serta banyak pesantren, Islamic Center tak dilanjutkan pembangunannya. Meski begitu, bangunan yang telah dibangun itu tidak sia-sia, tapi dilanjutkan untuk perkantoran Wali Nanggroe,” sebut Khairiwas.
Mengenai anggaran biaya untuk pembangunan Meuligoe Wali tersebut, Serambi sudah berupaya menanyakan kepada Khairiwas yang dihubungi beberapa saat seusai acara. Namun Khairiwas mengaku tak ingat berapa biaya yang akan dihabiskan untuk itu, tetapi menurutnya Meuligoe Wali dibangun dengan sistem tahun jamak (multiyears) untuk masa dua tahun.
Sumber-sumber menyebutkan, anggaran untuk pembangunan Meuligoe Wali akan menyerap anggaran sekitar Rp 25 miliar tetapi belum ada yang mengkonfirmasikan dari mana sumber dana untuk itu. Khairiwas yang ditanyai soal dana malam mengarahkan Serambi menanyakan kepada salah seorang pejabat Dinas BMCK Aceh.
Peletakan batu pertama pembangunan Meuligoe Wali dilakukan masing-masing oleh Gubernur Irwandi Yusuf, Malik Mahmud, dan Ketua DPRA Hasbi Abdullah. Sedangkan acara adat peusijuek dilakukan oleh perwakilan Ketua Majelis Adat Aceh (MAA) bersama ulama Aceh Abu Tumin.
Dalam rangkaian kegiatan itu, Kepala Dinas Bina Marga dan Cipta Karya (BMCK) Aceh menjelaskan maket pembangunan Meuligoe Wali. Menurutnya, rencana ke depan meuligoe tersebut masuk dalam jalan lingkar Banda Aceh yang menghubungkan, antara lain ke terminal bus dan Kantor Gubernur.
Prosesi peletakan batu pertama Meuligoe Wali berlangsung sekitar dua jam dimulai pukul 10.30 WIB. Selain dihadiri warga dari berbagai wilayah Aceh, juga para bupati/wali kota serta Unsur Muspida dari Aceh Besar dan Kota Banda Aceh.(sal)
Sumber : Serambi Indonesia 17 Des 2010
0 komentar:
Posting Komentar